Participatory Culture : Mobility, Interactivity and Identity

Budaya partisipatif telah berlangsung lebih lama dari pada Internet. Munculnya pers-pers amatir di pertengahan abad ke-19 adalah contoh budaya partisipatif historis; Pada saat itu, orang muda mengetik tangan dan mencetak publikasi mereka sendiri. Publikasi ini dikirim melalui jaringan orang dan mirip dengan apa yang sekarang disebut jejaring sosial. 

Evolusi dari zine, acara radio, proyek kelompok, dan gosip ke blog, podcast, wiki, dan jejaring sosial telah berdampak pada masyarakat. Dengan layanan web seperti eBay, Blogger, Wikipedia, Photobucket, Facebook, dan YouTube, maka tidak mengherankan jika budaya telah menjadi lebih partisipatif. Implikasi pergeseran bertahap dari produksi ke produksi sangat besar, dan akan mempengaruhi inti budaya, ekonomi, masyarakat, dan demokrasi.

Ini dikarenakan mobiltas dan interaktivitas masa kini berkembang pesat. Mobilitas yaitu mudahnya pengaksesan sosial media dengan cara menggunakan berbagai macam gadget. Sedangkan interaktivitas yaitu fitur-fitur yang mengasyikan yang membuat kita lebih interaktivitas dengan gadet. 

Kita sering kali lebih lama bersosialisasi dengan dunia digital dari pada berinteraksi langsung secara tatap muka.
Dalam dunia digital kita dapat menunjukkan identitas kita ataupun melihat identitas orang lain, identitas itu berupa nama, foto, hobby, dan lain sebagainya di dalam sosial media.

Untuk mengakses dunia digital, kita dapat menggunakan berbagai macam gadget. Contoh gadget yang sering digunakan oleh masyarakat adalah laptop, hp, dan tablet.

Teknologi informasi-komunikasi sebenarnya memberikan peluang bagi maksimalisasi manfaat berupa partisipasi masyarakat karena efesiensi dan efektifitas yang dihasilkannya. Namun demikian, banyak tantangan dan permasalahan yang akan muncul apabila tidak dipersiapkan sejak dini. Sebagaimana yang lazim dikatakan para pakar teknologi informasi-komunikasi, kehadiran internet, misalnya, memang memberikan multi-efek kepada para penggunannya, tetapi semua kembali kepada kearifan dalam menggunakannya. Meskipun demikian, penyelenggara negara wajib memfasilitasi dan mendorong lahirnya kesadaran informasi warga negara sehingga mereka benar-benar bisa memaksimalkan teknologi informasi-komunikasi untuk kepentingan akses informasi publik. Apabila fungsi tersebut tidak berjalan, maka ketersediaan teknologi informasi-komunikasi sampai ke level lokal hanya akan memunculkan permasalahan.


Komentar

Posting Komentar