AGAMA DAN MASYARAKAT

Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuat-Nya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakikat kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics).

Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegasikan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai baru dan mengganti nilai-nilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama.

Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu cita-cita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan:
”Maka kami berkata: “Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
Dan di dalam Masyarakat Fungsi agama sangatlah berperan banyak, selain daripada untuk mengatur kehidupan dalam masyarakat namun juga berfungsi dalam Bidang Edukasi, Bidang sosial (memupuk rasa persaudaraan)
A.    Fungsi Edukasi
Fungsi  ini merupakan salah satu tujuan utama agama. Melalui pembimbing, ketua, dan pemimpinnya agama senantiasa memberikan pengajaran dan bimbingan pada umatnya agar selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengajarannya, agama selalu mendorong agar setiap individu selalu patuh dan taat serta mempraktekkan ajaran dan perintah sesuai dengan agamanya. Melalui kehidupan rohani agamnya, seseorang diajarkan agar dapat tumbuh dewasa dan mengembangkan kepribadian yang baik sejalan dengan aturan dan nilai-nilai keagamaannya.
B.     Fungsi Sosial (memupuk Rasa persaudaraan)
Agama bersifat universal dan penganutnya terdapat dimana-mana di belahan dunia manapun dan penganutnya berasal dari latar belakang sosial yang berbeda, suku, ras, warna kulit, gender, derajt sosial, pekerjaan, dan kasta yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agama dapat dikatakan berfungsi memupuk rasa persaudaraan diantara sesama manusia dalam menjalin hubunga horizontal yang erat. Dalam kehidupan beragama setiap umat dengan latar belakang dan kebudayaan yang berbeda dapat bersatu dan bersama-sama menjalankan nilai-nilai keagamaan secara kontinyu dan konsisten. Meskipun mempunyai banyak perbedayaan prisnsip dan tingkat pengetahuan, dalam keagamaan hal itu bukan merupakan penghambat agar umatnya dapat berinteraksi dan melaksanakan ajaran keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pertikaian dan perselisihan antar manusia dapat diselesaikan dengan adanya campur tangan dari agama sehingga pihak yang berselisih memahami manfaat dari pembelajaran agam dan dapat menghindari peritkaian

Lembaga Agama adalah sistem keyakinan dan praktek keagamaan dalam masyarakat yang telah dirumuskan dan dibakukan.
Fungsi Lembaga agama adalah:
                   I. Sebagai pedoman hidup
                II. Sumber kebenaran
             III. Pengatur tata cara hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan

Lembaga agama banyak sekali contohnya, dalam pandangan islam lembaga islam yang paling dikenal & sering disebut adalah MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Berikut kita bahas sedikit tentang salah satu lembaga agama di Indonesia,
Yaitu MUI :
                                                           
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah badan otonom non-pemerintah yang menghimpun Ulama, Zuama, dan Cendekiawan Muslim Indonesia. Majelis ini berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta.
Lahirnya MUI diawali dengan lahirnya “PIAGAM BERDIRINYA MUI” dalam musyawarah para Ulama, Cendekiawan, dan Zu’ama dari berbagai penjuru tanah air. Kemudian, pertemuan tersebut dianggap sebagai Musyawarah Nasional Ulama I.

Ketika itu hadir 26 ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 ulama dari ormas-ormas besar Islam tingkat pusat, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al-Ittihadiyyah, 4 ulama dari Dinas Rohani Islam AD, AU, AL dan POLRI, serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang mewakili pribadi.
Berdirinya MUI dilatarbelakangi oleh, setidaknya, dua hal: pertama, respons atas kebangkitan kembali bangsa Indonesia setelah 30 tahun merdeka; kedua, keprihatinan terhadap sektarianisme yang amat mendominasi perpolitikan umat Islam di tahun 1970-an, sehingga mulai mengabaikan masalah kesejahteraan rohani umat.
Selain itu, tantangan global yang sangat berat yang ditandai oleh kemajuan sains dan teknologi, yang dapat menerobos sekat-sekat etika dan moral, serta serbuan budaya global yang didominasi alam pikir Barat, juga pendewaan atas kebendaan dan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek rohani umat, menjadi titik tolak para ulama untuk memfungsikan kembali agama sebagai penggerak peradaban kehidupan umat manusia.


Konflik Dalam Keragaman & kebebasan Beragama kerap kali mengalami perdebatan dan juga konflik, salah satu contohnya seperti pada beberapa saat lalu tentang pendirian rumah beribadah di Papua yang terjadi adanya perusakkan dan penolakan secara besar-besaran disebuah daerah dan juga secara langsung menjadi mengancam para penghuni Tempat Ibadah itu (Muslim).

Sesungguhnya konflik & keributtan ini bisa saja ditangani, asalkan ada sebuah peraturan ataupun semacam Peraturan yang mengatur tentang pendirian Rumah/Tempat Beribadah. Dengan begitu Konflik bisalah diMinimalisir dan diperkecil kemungkinan perseteruannya.

SUMBER : 

Komentar